Dorongan terbesar berasal dari keresahan saya pada mainan tradisional masa kanak-kanak yang tergusur oleh mainan modern. Saya ingin kedekatan anak pada nuansa masa, ketika anak-anak punya semangat karya membuat mainannya sendiri.
Menurut Putri Gita lewat Warga Jogja, Kampung Dolanan ini muncul dari inisiatif sejumlah warga di Dusun Pandes setelah tragedi Gempa Jogja 2006. Salah satu tujuannya adalah membantu pemulihan trauma anak-anak akibat gempa. Wargapun menghidupkan kembali Kampung Dolanan yang di masa lalu memang menjadi pusat pembuatan dolanan anak.
Ketika sampai di salah satu rumah, kami melihat banyaknya bentuk dolanan anak yang berada di teras. Di sana saya biarkan anak-anak bertanya dan menikmati bentuk-bentuk dolanan yang tersedia. Ada seorang Bapak keturunan Mbah Atemo yang sedang melakukan pewarnaan sederhana pada wayang kertas buatannya. Ah, ada angkrek, wayang, dan payung kertas yang masing-masing hanya seharga dua ribu lima ratus rupiah.
[caption id="attachment_1547" align="aligncenter" width="477"]
Berdasar keterangan dari kediaman Mbah Atemo, kami menuju ke rumah Mbah Joyo. Beliau sudah sepuh tetapi produktif dalam karya. Di rumah sederhananya, anak-anak sangat girang melihat keunikan kitiran warna-warni, othok-othok, kandangan, klontongan, juga kipat kertas. Betapa hebat hasil kriya simbah-simbah yang usianya sudah lebih dari 80 tahun ini.
[caption id="attachment_1548" align="aligncenter" width="406"]
Oh ya, anak-anak muda yang hilir mudik sambil membawa kamera dan video rekam nampaknya pemandangan biasa bagi penduduk Dusun Pandes. Banyak mahasiswa yang melakukan penelitian, juga wartawan yang meliput Kampung Dolanan yang unik ini.
Bimo, salah satu pengelola dari Komunitas Pojok Budaya, bicara dalam Atmajaya News; visi dari komunitas ini adalah ingin membantu dalam perwujudan masyarakat yang mandiri, berbudaya, religius, dan peduli lingkungan sekitar. Ada juga kegiatan Kelompok Bermain Among Siwi, pelestarian budaya, dan paket outbond untuk para pengunjung.
Pak Wahyudi, perintis Kampung Dolanan Anak ini mengungkapkan bahwa nilai edukasi dalam sebuah permainan ini ada yang disebut multiple intelligent atau kecerdasan majemuk, yang terdiri atas kecerdasan irama, kinestetis dan rasa, atau dalam Bahasa Jawanya wiromo, wiroso dan wirogo.
Nah, apakah anda ragu berkunjung? Anak-anak Anda pastinya membutuhkan inspirasi ini.
0 comments