Thursday, February 2, 2017

5 Hari 4 Malam di Perairan Nusa Tenggara (Bagian Kedua)

lanjutan dari bagian pertama

Berenang Bersama Lumba-Lumba Dan Pari Manta Lalu Rebah Di Pasir Pink Beach

Setelah meninggalkan Pulau Satonda, perjalanan kami lanjutkan menuju Manta Point dan Gili Laba. Inilah perjalanan yang sangat panjang dalam tur ini. Lebih kurang 16 jam kapal yang kami tumpangi harus memecah gelombang yang sangat tinggi. Makan malam disajikan dengan kondisi kapal yang bergoyang ke kanan dan ke kiri. Sebagian  peserta tur memilih tetap tiduran daripada menyentuh makan malam yang telah disiapkan.

Kondisi saya pun tidak sama baiknya. Walau saya pernah berlayar dengan kapal Pelni selama tujuh hari enam malam dari Jakarta menuju Sorong, Papua. Tapi karena kapal ini lebih kecil atau ombaknya yang lebih besar, guncangannya sangat berasa. Saya memilih untuk beristirahat menghabiskan malam di kamar sambil bermain games dan sesekali mencoba membaca buku yang saya bawa.

Keesokan paginya, kami telah memasuki perairan Nusa Tenggara Timur. Badai telah terlewati. Kapal melaju pelan memecah ombak yang tidak terlalu besar seperti semalam.  Dan betapa terkejutnya ketika tidak jauh dari kapal yang kami tumpangi, terlihat beberapa lumba-lumba berlompatan berenang mengikuti gerak kapal kami. Sesekali mereka mendekat menampakkan diri, kemudian menjauh menghilang di kedalaman lautan.

[caption id="attachment_1078" align="aligncenter" width="960"] suasana matahari terbit dari dalam kapal, foto: travel today[/caption]

Namun bayanganya masih nampak oleh kami. Beberapa peserta tur terjun ke laut berniat  mengejar, tapi lumba-lumba itu menjauh dan mendekat seperti mengajak bermain bersama. Saya yang tidak terlalu berani berenang di lautan yang luas kecuali pakai pelampung, hanya bisa menikmati pemandangan ini dari anjungan kapal dengan takjub. Kapan lagi kita bisa melihat secara langsung lumba-lumba berenang di lautan luas.

Tiba-tiba kami dikejutkan oleh teriakan pemandu kami yang melihat ikan pari manta  berenang di sekitar kapal. Ternyata kami sudah tiba di Manta Point. Saya yang masih berdiri di anjungan kapal, melihat ke laut dan memperhatikan gerak beberapa ekor pari manta yang berenang bebas. Tanpa memikirkan rasa takut, saya langsung mengambil jaket pengaman dan ikut terjun ke laut menyusul peserta asing yang sudah berlompatan.

[caption id="attachment_1079" align="aligncenter" width="1000"] ikan pari berenang di manta point, foto: manta point komodo[/caption]

Bagian punggung  ikan pari tampak hitam dan kalau berbalik tampak bagian perutnya berwarna putih. Ikan itu sesekali berputar seakan berakrobatik di sekitar kami. Melihat secara langsung dan bisa berenang dekat pari manta tersebut sungguh luar biasa. Beberapa peserta tur yang jago berenang mengikuti pari manta lebih jauh dengan semangat membara. Bahkan ada juga yang berenang di bawahnya.

Ternyata bukan hanya saya, tapi juga buat mereka ini moment yang istimewa. Raut wajah sumringah penuh kegembiraan terlihat di semua wajah peserta tur. Mereka bercerita saling bersahutan menceritakan pengalaman masing-masing. Betapa senangnya mereka bisa berenang di dekat ikan Pari Manta yang tersohor kebesaran dan keindahannya. Melihat wajah-wajah bahagia peserta tur yang datang dari seluruh penjuru dunia  hanya untuk menikmati keindahan alam kita,  membuat saya bangga dan bersyukur sebagai orang Indonesia yang memiliki semuanya ini.

Mendaki Keindahan Gili Laba

Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan. Kami merapat di satu pulau yang tampak berbukit-bukit dan menghijau. Inilah Gili Laba. Sayang sekali di pinggiran pantai pasir putih yang sangat indah ini banyak sampah berserakan. Masih banyak traveller yang mengunjungi pulau ini namun membuang sampah sembarangan. Harusnya seorang traveller tidak sekadar menikmati keindahan alam tapi juga harus menjaga kebersihan alam tersebut agar selalu tampak indah. Pemandangan sampah plastik yang berserakan ini sangat mengganggu mata.  Sayang sekali..

Kami kemudian mendaki bukit yang tampak tidak terlalu tinggi. Namun ketika didaki membutuhkan tenaga yang ekstra. Kami harus berkali-kali berhenti untuk sekedar beristirahat dan menarik nafas mengisi paru-paru yang hampir kosong sambil menikmati pemandangan yang luar biasa indahnya.

Sampai di puncak Gili Laba kami tertegun takjub. Dari tempat kami berdiri terlihat perbukitan hijau yang bertingkat-tingkat di pulau ini dan juga pulau-pulau di sekitarnya. Jika pandangan diarahkan ke bawah, terlihat pantai pasir putih yang memanjang mengelilingi pulau ini dan pulau-pulau di seberangnya. Kapal yang kami tumpangi dan beberapa kapal lainnya yang bersandar tampak terlihat kecil. Air laut berwarna hijau toska dan semakin ke tengah semakin biru. Semua peserta tampak termangu dan diam membisu menikmati keindahan ini. Setelah sesaat barulah kami disadarkan oleh teriakan pemandu, agar kami jangan lupa mengabadikan momen ini di dalam kamera dan handphone yang kami bawa. Kami bergantian saling berfoto bersama. Betapa kelelahan mendaki puncak bukit ini terbayar lunas dengan segala keindahannya.

[caption id="attachment_1080" align="aligncenter" width="780"] Zahrudin Haris sedang berfoto di Gili Laba, foto: travel today[/caption]

Setelah puas, kami turun dengan melalui jalur lain yang agak melingkar namun sedikit landai. Selama perjalanan turun semua peserta tetap sibuk berfoto dan sesekali berhenti menikmati pemandangan yang sangat menakjubkan ini. Saya telah pergi ke banyak negara dan mengelilingi separuh dunia, namun pemandangan di sini sungguh luar biasa.

Kami kembali ke kapal dengan tetap memperhatikan pulau-pulau kecil yang sangat indah ini. Kapal berjalan pelan seakan mengerti keinginan kami yang ingin berlama-lama menikmati semua keindahan ini. Perjalanan kami lanjutkan menuju Pink Beach. Pantai indah yang sangat terkenal karena pasirnya yang berwarna pink.

Merebahkan diri di Pink Beach

Setelah dua jam perjalanan, pemandu kami menunjuk satu pulau yang tampak di kejauhan. Disitulah pantai Pink Beach berada. Perlahan kapal kami mendekat dan pantai pink tersebut mulai terlihat. Karena kapal tidak bisa merapat, kami harus terjun ke air dan berenang menuju bibir pantai.

Menurut pemandu tempat ini sangat indah buat snorkeling. Kami memakai peralatan snorkeling yang telah disiapkan dan terjun ke laut. Terlihat banyak ikan berbagai jenis dengan warna-warna yang sangat indah. Saya tidak tahu namanya tapi tahu cara menikmati keindahannya. Sambil berenang pelan saya benar-benar memperhatikan setiap detail keindahan bawah laut ini. Terlihat koral-koral yang sangat cantik dengan berbagai bentuknya. Tumbuhan laut yang bergoyang lembut mengikuti ombak diatasnya. Sesekali terlihat bintang laut dan juga cumi-cumi serta berbagai bentuk ikan yang sangat beragam. Sungguh indah.

[caption id="attachment_1081" align="aligncenter" width="677"] pink beach, foto: AskBeach[/caption]

Tanpa terasa saya sudah tiba di bibir pantai yang berwarna pink. Saya mengambil sejumput pasir yang sangat halus ketika dipegang. Terlihat pasir putih yang bercampur dengan pecahan-pecahan koral yang berwarna merah yang tersapu ombak, sehingga ketika disatukan menjadi berwarna pink. Kami merebahkan diri dan berfoto bersama mengabadikan keindahan ini. Setelah itu kami kembali snorkeling berputar-putar di sekitar pantai. Ketika lelah kembali kembali tiduran di pantai. Berulang kali kami melakukan hal yang sama tanpa bosan. Kalau tidak dipanggil untuk kembali ke kapal, mungkin kami tidak akan pernah beranjak dari tempat yang sangat indah ini.

Menjelajah Kampung Komodo

Matahari perlahan turun di tepi langit sana. Langit berhias warna jingga. Kami menuju tempat melempar jangkar malam ini yaitu di tepi Pantai Gili Lawa atau yang biasa di sebut Kalong Island. Laut sangat tenang. Kapal memecahnya tanpa suara.

Waktu menunjukkan pukul lima sore ketika kapal kami melepas jangkar di dekat Gili Lawa. Pulau kecil yang tak berpenghuni ini berada di deretan kepulauan Komodo. Di kejauhan saya melihat Kampung Komodo dan penasaran ingin menjelajahinya. Kebetulan ada beberapa kapal yang merapat menawarkan souvenir khas Komodo berupa patung-patung komodo kecil dan gelang serta kalung mutiara.

Untuk mengakrabkan diri, saya mengajak mereka bercakap-cakap dan menawar beberapa barang.  Setelah merasa dekat,  saya meminta mereka mengantar saya menuju Kampung Komodo. Kebetulan mereka berdua tinggal di sana.

[caption id="attachment_1082" align="aligncenter" width="720"] Zahrudin Haris menggunakan transportasi menuju kampung komodo, foto: travel today[/caption]

Saya mengajak teman saya dan menaiki kapal kecil mereka yang dijalankan dengan mesin motor secara perlahan. Sambil berjalan menuju kampung, saya banyak bertanya tentang kehidupan penduduk kampung Pulau Komodo. Sebagian besar penduduk kampung berprofesi sebagai nelayan. Dan sebagian lagi bekerja di Pulau Komodo dan Pulau Rinca sebagai tour guide. Anak-anak mudanya di samping jualan suvenir juga bisa menjadi tour guide dadakan.

Setelah merapat kami diajak keliling Kampung Komodo. Kampung ini tidak terlalu besar, jarak dari ujung ke ujung sekitar 500 meter. Sementara jarak dari bibir pantai ke daratan yang dibuat rumah penduduk tidak sampai 100 meter. Karena di belakangnya terdiri dari perbukitan.  Sebagian rumah berada di darat dan sebagian lagi di atas laut dengan tiang-tiang kayu yang tinggi. Kami berjumpa dengan banyak anak kecil yang sedang bermain dan meminta mereka untuk berfoto bersama di gerbang yang bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Komodo”.

Kemudian kami menyusuri jalan kecil yang berupa kayu dan bambu yang disusun membentuk jembatan yang sangat panjang. Kami bertegur sapa dengan banyak penghuni pulau ini. Terdapat beberapa warung yang menyajikan kebutuhan penduduk. Terlihat banyak orang yang menenteng ikan yang tampak sangat segar karena baru dibawa nelayan yang pulang melaut. Kemudian kami mencari sumbernya dan membeli beberapa ekor ikan untuk dibakar di atas kapal.

[caption id="attachment_1085" align="aligncenter" width="720"] Zahrudin Haris berfoto dengan penduduk kampung komodo, foto: travel today[/caption]

Setelah puas berkeliling, kami kembali diantar menuju kapal. Saya memberikan ikan kepada juru masak yang menyambut kami dengan suka cita. Dan memberikan tip dan nomor ponsel saya untuk pemandu kami yang sangat baik hati. Yang sampai saat ini tetap berhubungan baik dan saling memberi kabar.

Sambil menunggu ikan selesai dibakar untuk hidangan malam ini saya duduk di atas anjungan kapal dan menikmati senja yang perlahan mulai memudar. Saya memperhatikan pohon-pohon di Gili Lawa yang tampak menghitam dan terlihat berbeda. Ketika saya tanya pemandu, dia bilang semua pohon yang menghitam itu adalah kelelawar atau kalong yang sedang bergantungan. Saya memandanginya dengan takjub. Dan ketika langit biru beranjak kabur dan menghitam. Ketika senja telah masuk ke peraduan. Tiba-tiba saja semua kelelawar tersebut berterbangan. Puluhan bahkan mungkin ratusan ribu kelelawar terbang puluhan meter di atas kami membuat formasi yang sangat menakjubkan. Benar-benar membuat saya terpukau....

Begitu banyak kejutan yang memanjakan mata dan membuat bahagia dalam perjalanan saya kali ini. Tetapi tidak hanya sampai disini, masih ada kejutan-kejutan lainnya.

Bersambung.....
Load disqus comments

0 comments