"Kami memang membuka untuk umum," ujar Arianto saat ditemui di tempat wisata Patung Buddha Tidur Trowulan, Mojokerto, Minggu, 25 September 2016.
Biayanya juga tak mahal. Ari mengatakan, untuk bisa masuk dan menikmati bangunan tersebut, pengunjung dikenakan tiket masuk seharga Rp 2.000. Pada awalnya, patung Buddha Tidur dibangun untuk kegiatan ibadat umat Buddha. Namun seiring berkembangnya waktu, tempat tersebut menjadi obyek pariwisata yang cukup potensial.
Karena banyak yang datang, pada 2012 diresmikan sebagai tempat wisata, kata Arianto. Sejarah pendirian patung Buddha Tidur tersebut berawal dari pertapaan sang Bhante (Biksu) yang bernama Viriyanadi Mahatera. Dalam pertapaannya, sang Bhante mendapat sebuah petunjuk untuk mendirikan sebuah vihara. Dengan sebagian besar penduduk yang beragama non-Buddha, sang Bhante berjuang agar mendapatkan izin masyarakat. Hingga akhirnya patung Buddha Tidur tersebut didirikan pada 1990.
Tidak hanya patung Budsha Tidur saja yang dibangun, Arianto menjelaskan, namun juga vihara sebagai tempat sembahyang umat Buddha. Saat ini, tempat tersebut juga dilengkapi dengan penginapan dan aula yang berada tepat di belakang vihara.
Penginapan dan aula tersebut kerapkali disewakan untuk berbagai acara. Patung Siddharta Gautama ini memiliki panjang 22 meter, lebar 6 meter,serta tinggi 4,5 meter. Tercatat dalam rekor MURI dan mendapat penghargaan pada Desember 2001. Selain itu, bangunan tersebut menjadi bangunan terbesar se-Indonesia dan terbesar ketiga se-Asia Tenggara.
Salah satu pengunjung, Lysa Dwi Istiari, 21 tahun, warga kawasan Mojoanyar, Mojokerto, mengeluhkan peraturan di tempat wisata yang tidak memperbolehkan pengunjung memasuki pagar pembatas menuju patung Buddha Tidur.
Padahal, Lysa mengaku ingin berjalan dan memutari bangunan tersebut. Keberadaan pagar pembatas itu menyebabkan pengunjung hanya bisa menikmati patung Buddha dari arah depan saja.
"Padahal ingin memutari bangunan itu, tidak hanya melihat dari satu sisi saja," ucapnya.
Menanggapi keluhan pengunjung, Arianto menjelaskan, pagar pembatas tidak pernah dibuka demi alasan kesakralan. Para Biksu biasanya melakukan ritual keagamaan dengan mengelilingi Pradaksina (Buddha Tidur) pada saat Waisak. Maka dari itu, pagarnya dibuka hanya saat Waisak saja, ujarnya.
sumber: msn.com
0 comments