Barangkali traveler sudah pernah mendengar tentang tradisi unik Omed-omedan dari Bali. Ya, di acara ini traveler bisa menyaksikan ratusan anak muda Bali saling berciuman.
Eits, jangan berpikiran negatif dulu. Omed-omedan bukanlah ajang untuk mengumbar nafsu birahi. Ini adalah acara adat dimana kita bisa belajar soal rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang erat.
Dihimpun detikTravel dari beberapa sumber, Kamis (1/12/2016), Omed-omedan dalam bahasa Indonesia berarti tarik-menarik. Acara omed-omedan biasanya digelar sehari setelah perayaan Hari Raya Nyepi.
Salah satu desa yang masih menyelenggarakan acara ini adalah Desa Sesetan, Denpasar, Bali. Para anak muda berusia 17-30 tahun di desa ini yang belum menikah akan turut berpartisipasi dalam acara omed-omedan.
Serunya acara omed-omedan di Bali (I Putu Sukmana Ghitha/d'Traveler) |
Omed-omedan, saling kedengin, saling gelutin. Diman-diman...
Omed-omedan, besik ngelutin, ne len ngedengin. Diman-diman...
Begitulah penggalan lirik lagu yang dinyanyikan para pemuda dan pemudi Desa Sesetan. Gelut berarti saling berpelukan, diman diartikan sebagai mengungkapkan rasa kasih sayang dengan ciuman, siam yang berarti siram, dan kedengin yang berarti tarik menarik.
Ya, inti dari acara omed-omedan ini adalah peluk, cium, siram lalu tarik! Begitu terus, berulang sampai semua pemuda dan pemudi Desa Sesetan mendapatkan giliran.
Pementasan barong mengawali Omed-omedan (I Putu Sukmana Ghitha/d'Traveler) |
Tradisi Omed-omedan ini bertujuan untuk memperkuat rasa Asah, Asih, dan Asuh antar warga, khususnya warga Banjar Kaja, Desa Sesetan. Acara diawali dengan sembahyang bersama di Pura. Kemudian dilanjutkan dengan pementasan Barong Bangkung Jantan dan Betina. Setelah selesai, barulah kelompok peserta memasuki pelataran Pura.
Ada dua kelompok yang terlibat omed-omedan, yaitu kelompok laki-laki dan perempuan. Posisi laki-laki dan perempuan pun dibuat saling berhadapan. Sebelum acara mulai, musik gamelan pun dimainkan. Seorang sesepuh desa memberikan aba-aba agar kedua kelompok saling mendekat.
Begitu kedua kelompok ini mendekat, peserta terdepan dari masing-masing kelompok akan saling gelut (peluk), kemudian diman (cium), lalu siam (disiram air), dan peserta lainnya ngedengin alias tarik menarik. Sementara, para penonton yang menyaksikannya hanya bisa tertawa lepas menyaksikan keseruan acara ini.
Selesai cium, langsung siram (I Putu Sukmana Ghitha/d'Traveler) |
Konon, tradisi Omed-omedan berasal dari warga Kerajaan Puri Oka yang terletak di Denpasar Selatan. Para warga dulunya berinisiatif membuat sebuah permainan tarik-menarik. Lama-kelamaan permainan ini semakin menarik, sehingga berubah menjadi saling rangkul.
Tapi karena suasana jadi gaduh, Raja Puri Oka yang sedang sakit keras pun marah-marah, sebab terganggu dengan suara berisik tersebut. Namun, begitu Sang Raja keluar dan melihat permainan omed-omedan ini, dia malah sembuh dari penyakitnya.
Sejak saat itu, Sang Raja pun memerintahkan warga agar omed-omedan diselenggarakan setiap tahun, setiap menyalakan api pertama atau Ngembak Gni selepas Hari Raya Nyepi.
Tradisi omed-omedan sempat berhenti dilakukan oleh masyarakat Desa Sesetan. Namun, beberapa saat setelah dihentikan terjadi sebuah kejadian aneh, yaitu ada dua ekor babi yang saling berkelahi di depan pelataran Pura.
Warga pun menganggap kejadian tersebut merupakan sebuah pertanda buruk. Sejak saat itulah Omed-omedan kembali dilaksanakan. Bagi traveler yang ingin tertawa dan bergembira bersama warga Sesetan, rasanya wajib ikutan nonton Omed-omedan yang begitu khas di Bali.
Para peserta tertawa lepas, begitu pula yang menonton (I Putu Sukmana Ghitha/d'Traveler) |
(aff/aff)
sumber: detik.com
0 comments